Rabu, 07 Desember 2022

Enjoy Naik Transportasi Umum di Semarang


Tiket BRT 2022 (Dok. Farida)


Sudah tiga hari, sejak hari Selasa (6 Desember 2022), saya kembali memanfaatkan transportasi umum, Bus Rapid Trans (BRT) untuk ke kantor. I really enjoy!

Buatku ini bukan pengalaman pertama naik BRT, sejak BRT mulai di tersedia di jalur IV (baca: wilayah Ngaliyan), saya sudah memanfaatkannya. Saya ingat, kala itu BRT selalu ramai, dan yang agak menjengkelkan ketika menunggu lama dan dioper karena penuh.

Sebagai warga pendatang yang tinggal di Boja, Kabupaten Kendal, kami tidak punya fasilitas BRT. Jadi kami harus ke terminal Cangkiran yang merupakan wilayah Semarang, untuk naik bus ini. Dari rumah jarak tempuhnya 7,4 KM, sekitar 20 menit kalau tidak ngebut.

Sebelumnya, jika berangkat ke kantor saya menggunakan motor, bareng/diantar suami. Tapi karena ada perbaikan jalan, mengharuskan kita menempuh jalan yang agak memutar, sehingga lebih jauh.

Kepikiran untuk nyoba naik bus, awalnya mau naik bus kecil yang ada di Boja, murah juga, hanya Rp 5.000 bisa sampai Ngaliyan. Tapi bus ini jalannya agak lamban sambil nyari penumpang, jadi saya urung memakai bus ini.

Eh ketemu tetangga saat beli sayur, dia cerita dari rumah naik motor terus dititipkan di terminal Cangkiran, lalu naik BRT. Makin mantep dong nyoba BRT. Toh sudah tidak ada jadwal mengajar, jadi ngga terburu-buru. 

Hitung-hitung latihan nanti kalau tinggal di luar negeri biar terbiasa naik public transportation. :D

Harga tiket sekali jalan dulu ada dua kategori, umum Rp 3.500 dan pelajar Rp 1.000. Sekarang ada beberapa kategori, umum cash Rp 4.000, umum e-wallet Rp 3.500, pelajar, mahasiswa dan anak-anak Rp 1.000.  Walaupun ada kenaikan Rp 500 masih tetep murah. 

First impression naik BRT itu, lho kok cepet sampai, sekitar 35 menit dari Cangkiran ke Ngaliyan. Mana ngga kena angin, bisa disambi baca-baca. 

Sebagai pengguna, saya merasa cukup secure karena BRT ini terpisah antara perempuan dan laki-laki. 

Selain itu, naik dari Cangkiran akan langsung dapat bus, karena terminal Cangkiran keberangkatan pertama koridor IV, jadi masih lega dan langsung dapat. 

Jaminan lain, kalau naik BRT berhentinya lebih terukur, karena ada halte. Jadi bisa banget kalau orang kantoran naik ini. 

Suami juga kaget, lho kok cepet juga. Ditanya, baliknya mau dijemput apa ngga, ya kubilang akan nyoba lagi naik BRT. :D 

Meskipun awalnya ovt (alias overthinking) kalau jam balik kantor jadi sesek gimana? kalau lama gimana? hahaha ya kegelisahan wajar bagi pengguna baru.

Sebenarnya turun dari bus juga ada overthinkingnya. Duh gimana ini naik gunung kampus 3. :D 

Tapi termotivasi dengan Bu Retno yang giat olahraga, jadi sekalian saya niat untuk olahraga. 

Aslinya di kampus ada mobil golf di depan gerbang, tapi sejak hari Selasa itu belum pernah lihat. Ada tu mobil golf tapi pas udah nyampai FSH, ya nanggung lah. Mana penuh mahasiswa, sampai ada yang nggandul. :D 

Jalan kaki? kasihan...

Dikasihani karena jalan kaki. Mungkin itu yang pernah dirasakan para pejalan kaki lain. Seperti Irfan Habibi ini di blognya Kala Digempur Banyak Orang Memiliki Kendaraaan Bermotor (catatanberkarya.blogspot.com)

Saya juga merasakannya. :D

Kostum dosen kok jalan kaki. Ngga keren kamu Bu. :D 

Ya ini cuma dialog imajiner. Tapi dipaksa buat naik motor ya ada aja. Tapi dengan mantep saya memang memilih naik BRT untuk sekarang ini.

So far, I really enjoy with this. 

Bisa merenungkan dan mensyukuri hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya. Bisa berdialog dengan diriku sendiri. 

Ya bukan sok paling We Green atau ingin mengurangi emisi udara. Tapi kegiatan naik public transportation ini buat pemenuhan diriku sendiri aja. Happiness and fulfilments.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar