Menerapkan
disiplin mungkin bukan hal yang mudah. Tidak hanya cukup didasari niat diri
sendiri tetapi lingkungan juga harus mendukung. Tetapi merubah ketidak
disiplin-an diri juga bukan hal yang mustahil bukan?
Sore
itu Kamis (18/9), terjadi percakapan antara anak-anak kos. Ceritanya salah satu
maba (mahasiswa baru) di kosku ingin pindah dari IAIN. Tentu saja aku kaget. Baru
saja masuk dan ikut opak kog sudah pengen keluar.
Ia yang
sudah memulai kuliahnya bercerita kalau tadi dosennya tidak masuk. “sudah nggak
masuk, nggak ngasih informasi pula. Lha memangnya begitu boleh mbak?”
“Kalau
dosen ada keperluan di luar kampus boleh izin, tetapi biasanya ngasih tahu
dan mengganti jadwal kuliah atas kesepakatan dengan mahasiswa,” jawabku.
Ceritapun
merembet ke hal lain. “Nggak itu saja mbak. Kayak hal-hal kecil, kemarin pas
latihan orsenik juga kayak gitu. Seniornya suka berangkat telat. Giliran mau
ngasih hukuman sama junior aja baru berangkat on time. Aku jadinya nggak
semangat. Efeke kalau mau datang suatu acara, waktune tak nanti-nanti.”
Anak
maba yang lain menimpali. Ia sebelumnya pernah kuliah di sekolah tinggi swasta
di Pati. “Iya aku juga merasakan, beda banget sama kampusku dulu mbak,”
ungkapnya.
“memangnya
kampusmu dulu bagaimana de’?” tanyaku.
“Dosennya
tidak ada yang suka telat dan memindah-mindah jam. Semua kegiatan juga on
time,” katanya.
Okelah.
Mari kita persiapkan diri sendiri untuk disiplin. Karena terkadang beberapa
kasus, kita sendiri juga tidak siap untuk disiplin. Misalnya, ada dosen yang
suka tepat waktu. Tapi ternyata beberapa mahasiswa sangat suka molor. Dan saat
pelaku ‘kemoloran’ diberi hukuman justru ia jadi tidak terima.
Nah seharusnya kalau kita ingin maju harus
mulai perubahan. Apalagi dalam islam
juga punya pepatah al waqtu ka asy-syaif. Waktu itu bagaikan pedang. Bagaimana
pula kita ingin maju, kalau kita tidak bisa disiplin. Bagaimana pula kita punya
cita-cita menjadi bangsa yang besar, kalau kita suka menyia-nyiakan waktu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar